GuruPAUDDikmas, Ciamis – Bermula dari apa yang kami pelajari di sekolah dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, TK Yos Sudarso, Tasikmalaya, Jawa Barat, melakukan kunjungan ke Kampung Kerukunan untuk belajar keberagaman agama di Indonesia. Terletak di Kampung Lebak, Kelurahan Ciamis, Kabupaten Ciamis, wilayah ini terkenal dengan nama Kampung Kerukunan karena memiliki beberapa tempat ibadah berbagai agama dalam satu lokasi yang berdekatan.
Di sekolah, kami belajar bahwa setiap manusia itu berbeda. Ada yang tinggi, ada yang pendek. Ada yang rambutnya lurus, ada yang rambutnya ikal. Ada yang warna kulitnya kuning langsat, ada juga yang sawo matang. Kami juga diajak untuk mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepada kita, dengan cara menjaga dan merawat kebersihan tubuh kita.
Tak heran, teman-teman di kelas kami juga beragam, lo. Ada yang dari Suku Batak, Tionghoa, Jawa, dan Sunda. Kami juga memiliki agama yang berbeda-beda, dan kami pun belajar untuk menghargai teman-teman yang berdoa dengan cara yang berbeda. Berbeda itu seru, seperti pelangi yang punya banyak warna, tetapi indah jika berjajar bersama.
Pada 18 Oktober 2023 lalu, kami berangkat ke Kampung Kerukunan menggunakan bus sekolah dari Dinas Perhubungan Kota Tasikmalaya. Kami sangat senang, sekaligus deg-degan karena untuk teman-teman TK, ini adalah pengalaman pertama naik bus tanpa didampingi oleh mama dan papa. Ternyata seru sekali, di sepanjang perjalanan kami bercakap-cakap dan mengomentari apa pun yang kami lihat.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 20 menit, sampailah di Kampung Kerukunan dan langsung disambut oleh Om Toro dan para aktivis Gereja Katolik Santo Yohanes, pembaptis, serta H.M. Anshoryadi, tokoh dari Masjid Al Mujahidin.
Tempat ibadah pertama yang kami kunjungi adalah Klenteng Hok Tek Bio, rumah ibadah tradisional Tionghoa. Kami disambut oleh Oma Pi Cin yang sangat ramah. Oma Pi Cin mempersilakan kami untuk masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi dengan lampion dan semarak warna merah.
“Oma, mengapa di klenteng semua berwarna merah?” “Mengapa ada banyak lampion?” “ Mengapa ada gambar naga yang sangat besar?” Banyak sekali yang ingin anak-anak ketahui. Oma Pi Cin menjawab pertanyaan kami dengan sabar. Oma Pi Cin juga memperagakan bagaimana cara berdoa menggunakan Hio (dupa yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa sebagai pelengkap dalam ritual ibadah).
Tak jauh dari klenteng, kami berjalan menuju Litang Makin, rumah ibadah umat Konghucu. Selanjutnya kami menuju Masjid Al Muhajidin, rumah ibadah umat Islam. Berbeda dengan klenteng, ternyata di masjid banyak warna hijau yang melambangkan kedamaian. Ada juga bedug yang digunakan untuk mengundang para jamaah untuk berdoa di masjid.
Terakhir, kami mengunjungi gereja katolik. Selain diajak berkeliling gereja, kami juga diajak untuk bernyanyi dan menari bersama. Tak lupa, Om Toro juga membuka sesi tanya jawab yang langsung diserbu berbagai pertanyaan dari kami yang sangat ingin tahu tentang berbagai hal. Om Toro pun menjawab dengan sabar setiap pertanyaan kami.
Wah, seru sekali kunjungan ke Kampung Kerukunan ini. Selain lokasinya yang berdekatan, ternyata warga di kampung ini juga sangat rukun. Mereka rutin membersihkan rumah ibadah secara bersama. Terima kasih untuk semua warga Kampung Kerukunan yang telah memberi kami kesempatan untuk belajar dan menyaksikan secara langsung bagaimana menjaga kerukunan, walaupun kita memiliki banyak perbedaan.
Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda, tapi tetap satu jua. (Rina Eliyanti, TK Yos Sudarso Tasikmalaya)