GuruPAUDDikmas, Balikpapan – Kegiatan “Workshop Strategi Komunikasi dan Publikasi Guru Kreator Konten (GKK) Pendidikan” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan telah sukses digelar dari tanggal 9 hingga 11 Oktober 2024. Acara tersebut dihadiri oleh para guru kreator konten (GKK) dari seluruh Indonesia, yang berkomitmen untuk mengembangkan konten pendidikan dan mendukung proses pembelajaran yang berkualitas dan berdampak positif bagi masyarakat.
Kegiatan tersebut bukan sekadar silaturahmi atau temu kangen biasa, tetapi juga menjadi wadah bagi para guru untuk berbagi pengalaman dan strategi dalam menciptakan konten pembelajaran yang menarik. Peserta yang terpilih menjalani proses seleksi yang ketat, dengan fokus pada kualitas konten yang dihasilkan. Tidak hanya jumlah pengikut atau followers di media sosial yang menjadi pertimbangan utamanya, tetapi juga dampak dan nilai pendidikan dari konten yang mereka buat sebagai konten positif dan tentu saja berkualitas. Dari sekian banyak peserta yang hadir, terdapat 4 orang guru sebagai perwakilan dari jenjang PAUD yang menunjukkan pentingnya inklusi dalam dunia pendidikan digital.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh narasumber, Kelik Yan Pradana, terungkap bahwa jenis konten yang sering dibuat oleh peserta sangat beragam. Sebanyak 67% peserta aktif membuat konten edukasi tentang cara mengajar, sementara 53% di antaranya berbagi konten yang relevan dengan kehidupan sehari-hari guru. Selain itu, 44% peserta memanfaatkan teknologi dalam konten mereka, 36% peserta membuat konten informatif kebijakan di bidang pendidikan, dan 36% lainnya membuat video tutorial serta parodi yang menggambarkan kehidupan guru. Sasaran utama dari konten tersebut adalah untuk memberikan manfaat bagi rekan-rekan guru (79%), diikuti oleh siswa (15%), dan orang tua (12%).
Salah satu cerita menarik datang dari Refol Malimoi, seorang guru dari Papua, yang aktif menyajikan pembelajaran dari perspektif guru pedalaman. Melalui media sosial, ia tidak hanya membagikan informasi tentang pembelajaran, tetapi juga menciptakan jembatan empati antara sesama guru dan anak-anak di daerah terpencil. Pengalaman dan dedikasinya menjadi inspirasi bagi banyak guru lainnya di pelosok negeri. Prinsip beliau, konten yang diangkat tidak saja berita dan informasi tentang pembelajaran di sana yang dapat diketahui oleh sesama guru lain, namun uluran kasih dari sesama guru untuk anak-anak dan guru di Papua menjadi bagian cerita yang sangat inspiratif.
Di sisi lain, Dimas Antonius menonjolkan kreativitasnya dalam membuat alat permainan edukatif dari barang bekas. Dengan slogan “dari kardus menjadi jenius,” ia menunjukkan bahwa pendidikan tidak selalu harus mahal. Karyanya menjadi viral di kalangan netizen, menginspirasi banyak orang untuk memanfaatkan barang yang ada di sekitar mereka untuk kegiatan belajar mengajar.
Rahmi Izati juga tidak kalah menarik. Berangkat dari keprihatinan terhadap metode pembelajaran yang monoton, ia aktif di media sosial dengan berbagai trik dan tips untuk membuat pembelajaran lebih menyenangkan. Melalui platform itu, ia membagikan pengalaman dan praktik baik yang dapat membantu sesama guru dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Intinya, guru kreator konten memanfaatkan media sosial sebagai saluran berbagi praktik baiknya, baik pembelajaran maupun pengalaman dengan siswa, orang tua, dan teman sesama guru.
Namun, dunia maya juga penuh dengan tantangan. Oleh karena itu, penting bagi para guru kreator konten untuk memiliki kendali diri dan etika dalam bermedia sosial. Dalam sesi materi "Manajemen Emosi bagi Kreator Konten dalam Bermedia Sosial," Patria Rahmawati menekankan bahwa dampak pandemi COVID-19 telah mempercepat perkembangan konten kreatif. Guru-guru dituntut untuk tetap eksis dan relevan di dunia digital yang terus berubah. Hal tersebut sebagai konsekuensi dari keinginan tetap eksisnya masyarakat dalam dunianya. Pengendalian diri kreator konten dapat terlihat dari hasil karyanya.
Pesan utama dari workshop tersebut adalah pentingnya peran guru kreator konten dalam dunia publikasi dan komunikasi, serta dapat memberikan warna tersendiri di jagat media sosial. Kreativitas yang ditampilkan di media sosial tidak hanya memperkaya pengalaman pembelajaran, tetapi juga menyediakan sumber inspirasi bagi guru lainnya. Dengan demikian, kualitas pembelajaran dapat meningkat dan menjangkau lebih banyak peserta didik.
Kegiatan serupa sebelumnya telah dilakukan oleh UPT di bawah Ditjen GTK, seperti Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Sumatera Barat dan BGP Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempercepat saluran informasi antara pusat dan guru di lapangan. Materi kebijakan dan program yang disampaikan juga menjadi bagian dari sosialisasi untuk mendukung para guru dalam menciptakan konten yang bermanfaat.
Dalam era digital ini, etika dan etiket dalam bermedia sosial menjadi sangat penting. Muhammad Ariefin, salah satu penulis buku terkait “Etika Bermedia Sosial secara General,” mengingatkan bahwa guru kreator konten harus memiliki branding positif. Optimalisasi media sosial dan analisa konten adalah langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk meningkatkan pengaruh positif di kalangan masyarakat.
Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, para guru kreator konten diharapkan dapat menjadi pencetus di garis depan dalam dunia pendidikan yang lebih interaktif dan menyenangkan. Kegiatan tersebut bukan sekadar workshop, tetapi juga merupakan langkah awal untuk membangun komunitas guru yang saling mendukung dan menginspirasi. Mari kita dukung bersama para guru untuk terus berdaya dan berkarya demi pendidikan yang lebih baik di Indonesia! (Isniyati Sulistiani)