WhatsApp: +62 821-1555-5456

Ini lo, Tips Mengatur Emosi Guru Hadapi Peserta Didik!

“Kemampuan regulasi emosi amat dibutuhkan pendidik agar tidak sampai melakukan tindakan yang merugikan peserta didiknya.”

15 Mei 2024

GuruPAUDDikmas, Jakarta – Bagi pendidik anak usia dini, mengenal ragam karakter setiap peserta didiknya adalah sebuah keharusan. Hal ini tentunya dibutuhkan guna membuat suasana belajar yang senantiasa menyenangkan bagi anak. Alhasil, pendidik harus dapat mengelola emosinya secara tepat guna menghadapi para peserta didiknya.

“Keberagaman karakter anak yang mengiringi capaian pembelajaran kerap memicu emosi para guru. Beberapa kasus yang terjadi diakibatkan karena guru kurang dapat mengontrol emosinya. Padahal, kemampuan mengelola emosi diri sendiri merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru,” ujar Ketua Tim Kerja Publikasi, Data, dan Komunikasi Direktorat Guru PAUD dan Dikmas, Isniyati Sulistiani, saat memberikan sambutan pada kegiatan Selasa Seru “Kelola Emosi dengan Tepat Hadapi Anak Usia Dini” di Jakarta (14/5).

Oleh karena itulah, tambah Isniyati, guru perlu mengelola emosi, serta memahami tahapan dan strategi pengelolaan emosinya. Misalnya, memisahkan persoalan kehidupan pribadi dengan pekerjaannya sebagai guru. “Selasa Seru kali ini yang menghadirkan narasumber berkompeten di bidangnya diharapkan dapat memberikan wawasan kepada para pendidik untuk dapat lebih memahami pengelolaan emosinya dalam menghadapi anak usia dini,” tuturnya.

Menurut narasumber psikolog Samanta Elsener, kemampuan regulasi emosi pendidik dibutuhkan untuk mengelola emosi agar tidak sampai melakukan tindakan yang berbahaya dan merugikan peserta didiknya. “Hal ini terkait bagaimana kita mengatasi lonjakan emosi yang dirasakan. Meski tanpa sadar, tapi dapat dilihat dari perilaku yang merasakan kecemasan. Apa pun jenis emosi positif atau negatif, kalau terlalu besar akan mengganggu aktivitas kita,” ungkapnya.

Menurut Samanta, anak-anak adalah peniru ulung. Makanya, “Apabila guru menyenangkan, mereka akan bercerita di rumah tentang pembelajaran di sekolah yang menyenangkan juga,” katanya.
Samanta pun menjelaskan bahwa mengenali anak sebagai tahap pertama sudah sangat tepat. “Kita harus dapat menggabungkan wawasan dengan saling bertanya sesama guru untuk dapat mengenali anak. Kita dapat mempelajarinya dari ekspresi anak, misalnya mengecek dengan papan emosi yang ditempel langsung oleh anak,” ujarnya.

Selain itu, guru juga harus menjadi pendengar yang baik bagi anak. “Ini dimaksudkan agar kita dapat memberikan dorongan dan arahan kepada anak melalui kasih sayang. Anak juga dapat diajak berdiskusi,” ungkapnya.

Lantas, bagaimana tips bagi guru agar dapat mengelola emosinya? “Meregulasi emosi guru adalah mengenali diri kita terlebih dahulu agar dapat mengontrol diri sendiri. Jadi, kita tahu untuk meregulasi emosi kita nantinya, misalnya dengan cara mendengarkan musik untuk mengontrol diri kita. Namun, untuk skala yang lebih besar harus mendapatkan bantuan dari ahli atau psikolog,” terang Samanta.
Menurut Samanta, setelah guru dapat mengenal dirinya terlebih dahulu, maka harus dapat merawat dirinya juga. “Membuat diri kita rileks, misalnya dengan lebih banyak bersyukur agar kita dapat mengontrol emosi lebih tepat. Lalu, lakukan apa yang tepat regulasinya untuk diri kita,” terangnya
Ketika melihat kondisi anak, tambah Samanta, guru juga perlu memiliki rasa sensitif terhadap kondisi mereka. “Kita harus memiliki kesabaran dan kreativitas, serta membuka diri terhadap informasi baru yang bisa saja didapatkan melalui inspirasi dari orang lain,” ujarnya.

Samanta juga menambahkan bahwa anak berada dalam tahap perkembangan untuk mandiri. “Tugas kita adalah fokus sebisa mungkin semua tugas anak selesai di sekolah, sehingga ke rumah dengan kondisi senang,” jelasnya.

Samanta pun menjelaskan bila guru bisa mengelola emosinya, maka mereka akan dapat tetap berkonsentrasi dengan baik sebagai pendidik. Selain itu, “Mendidik anak juga harus berkolaborasi antara orang tua dan pendidik. Misalnya saya sebagai orang tua, maka harus bisa mendapat review anak di sekolah agar lebih mengenal anak kita,” tuturnya.
Adapun narasumber lainnya, pendidik TK ABA Krapyak Wetan, Nailul Fauziati, turut membagikan cara mengelola emosi pendidik dalam menghadapi peserta didik di sekolah. Menurut guru PAUD mitra untuk wilayah IKN ini, dalam memahami anak dibutuhkan tiga tahapan, yakni kenali, pahami, dan sayangi. “Kita harus bisa mengenali berbagai karakter anak, serta perasaan apa yang bisa timbul. Sehingga, kita bisa memahami anak dan merasa sayang agar mereka bisa bebas bercerita. Keterampilan ini harus kita gali terus,” bebernya.

Lantas, bagaimana strategi yang diterapkan di sekolahnya? “Sebelum belajar kami mengajak anak bermain, misalnya lomba, dengan membuat kesepakatan dulu kepada anak-anak. Sehingga, bila nanti ada yang menang dan kalah, mereka tetap enjoy saat bermain,” ujarnya.
Nailul juga menegaskan bahwa pihaknya turut menggandeng orang tua untuk berkolaborasi dalam mendidik anak-anak. ‘Kami menggali dulu dari orang tua bagaimana keseharian anak di rumah. Setelah itu baru berdiskusi. Kita juga cerita apa adanya kepada orang tua,” ungkapnya.
Guna mengatasi anak yang nakal atau memiliki masalah, Nailul juga memiliki cara jitu dengan mencari teman sebaya agar anak dapat membuka diri. “Ini penting karena anak ada yang kurang nyaman bila harus berkomunikasi dengan yang lebih tua,” terangnya.
Selain wawasan yang diberikan para narasumber, Selasa Seru juga diisi dengan sesi tanya jawab. Salah satunya dari Rani, pendidik KB Bethany School, yang menanyakan apakah guru boleh bernada keras dalam proses pembelajaran di sekolah.

Menurut psikolog Samanta, bila guru berteriak, justru anak-anak tidak akan merespons. “Kita dianjurkan menyampaikan kepada anak dengan nada lembut dan halus, namun ada penegasan melalui gestur. Misalnya, datangi anak dan menyapa dengan lembut,” jelasnya.
Namun, bila ada permasalahan yang serius terhadap anak, guru juga dapat mengobrol berdua dengan anak tersebut. “Kalau kelas ramai, kita bisa buat dengan kesepakatan dengan anak-anak sebagai aturan di kelas,” imbuhnya. (AP)

Baca artikel lainnya:

Kembali ke Daftar Artikel