WhatsApp: +62 821-1555-5456

Tips Minta Maaf pada Anak

“Meminta maaf pada anak adalah kunci untuk membangun hubungan yang sehat dan mengajarkan mereka tentang tanggung jawab dan empati.”

12 Februari 2024

GuruPAUDDikmas, Jakarta – Mengajarkan anak bahwa orang bisa melakukan kesalahan adalah bagian penting dalam perkembangan karakter dan emosi mereka. Demikian juga dengan mengajarkan mereka untuk dapat meminta maaf merupakan investasi dalam pembentukan karakter jangka panjang.

Sebaliknya, meminta maaf pada anak dengan cara yang positif adalah kunci untuk membangun hubungan yang sehat dan mengajarkan mereka tentang tanggung jawab dan empati. Meminta maaf bukan berarti lemah atau khawatir bahwa anak tidak akan menghormati kita. Justru dengan meminta maaf, berarti kita mengajarkan anak tentang authenticity (manusia tidak ada yang sempurna), vurnerability (setiap orang memiliki sisi rapuh dan lemah), dan courage (setiap orang harus berani mengakui kesalahan dan berupaya lebih baik lagi). Ketiga hal ini juga merupakan bentuk dari karakter resiliens, istilah lain dari jiwa yang tahan banting.

Lantas, bagaimana mengajak anak agar mau meminta maaf? Berikut adalah beberapa cara untuk mengajarkan konsep ini kepada anak:

• Gunakan bahasa yang mudah dimengerti, Kata-kata yang sederhana, jujur, dan penuh empati dapat membantu anak menyampaikan pengakuan kesalahan dengan cara yang jelas dan tulus, mendorong dialog terbuka, memperkuat hubungan emosional, serta sebagai bentuk penghargaan dari sudut pandang anak.

• Modelkan penerimaan kesalahan. Ketika kita melakukan kesalahan, sebutkan dengan jujur di depan anak. Jelaskan kepada anak mengapa kita perlu meminta maaf. Misalnya, "Saya minta maaf karena memotong pembicaraan kamu tadi. Semua orang harus diberi kesempatan untuk berbicara.” Berikan contoh-contoh positif tentang tokoh-tokoh atau teman-teman mereka yang pernah melakukan kesalahan, tetapi belajar darinya dan menjadi lebih baik.

• Jujur dan tulus. Akui kesalahan secara jujur dan tulus, misalnya "Saya minta maaf karena terlalu marah tadi. Itu bukan cara yang baik untuk berbicara.” Cobalah untuk menanyakan kepada anak apakah mereka pernah melakukan kesalahan. Ini bisa membuka pintu untuk berbicara lebih lanjut.

• Jelaskan bahwa kesalahan adalah bagian dari belajar. Misalnya, saat anak belajar mengendarai sepeda dan jatuh beberapa kali, kita bisa mengatakan, "Itu bagian dari belajar. Semua orang harus melalui ini.” Jika anak melakukan kesalahan, beri tahu bahwa mereka dapat belajar dari kesalahan tersebut dan melakukan yang lebih baik di masa depan. Jangan hukum anak secara berlebihan ketika mereka melakukan kesalahan, tetapi gunakan momen tersebut sebagai peluang untuk belajar bersama.

• Beri dukungan dan dorongan. Pastikan anak tahu bahwa kita akan selalu mendukung mereka saat mereka membuat kesalahan. Dorong anak untuk mencoba lagi setelah melakukan kesalahan karena dapat mengajarkan ketekunan dan semangat untuk terus belajar. Bantu anak memahami bahwa ketika mereka melakukan kesalahan, penting untuk mengatasi konsekuensinya dan mencoba untuk memperbaikinya.

• Hormati perasaan anak. Jangan memaksa anak untuk meminta maaf, jika mereka tidak merasa siap. Jelaskan pentingnya meminta maaf, dan beri tahu mereka bahwa itu adalah tindakan baik yang mendukung hubungan yang sehat. Terkadang, anak mungkin perlu waktu untuk merasa lebih baik. Jika mungkin, tindakan perbaikan adalah cara yang baik untuk menunjukkan komitmen pada permintaan maaf. Misalnya, jika kita marah karena anak tidak mencuci tangan sebelum makan, kita bisa membantu mereka mencuci tangan dengan baik dan menjelaskan mengapa itu penting.

Mengajarkan anak bahwa orang bisa melakukan kesalahan adalah cara penting untuk membantu mereka mengembangkan pola pikir yang sehat terkait dengan kegagalan dan belajar dari pengalaman mereka. Hal ini juga membantu membangun rasa percaya diri mereka karena mereka belajar bahwa kesalahan bukan akhir dari dunia, melainkan bagian dari perjalanan menuju pertumbuhan dan pembelajaran. (Alifah Indalika Mulyadi Razak, akademisi/praktisi psikologi pendidikan anak dan keluarga)

Baca artikel lainnya:

Kembali ke Daftar Artikel