WhatsApp: +62 821-1555-5456

Stop Bullying lewat Berpantun!

“Kampanye cegah bullying ‘Pagiku Berpantun’ dapat dilakukan secara kolaborasi oleh guru dan orang tua.”

25 Juni 2024

GuruPAUDDikmas, Karimun – Dalam bahasa Indonesia, bullying dikenal dengan perundungan. Bullying adalah perilaku yang bersifat merendahkan, mengintimidasi, atau mengganggu orang lain secara terus-menerus. Mengutip Paudpedia, dampak bullying pada anak usia dini dapat menghambat perkembangan kognitif, serta membuat mereka tidak berani mengungkapkan ide dan gagasan.

Maraknya kasus bullying membuat resah, terutama bagi para pendidik usia dini. Saya pun tergerak untuk memberikan edukasi awal bagi peserta didik di TK-SD Negeri Satu Atap Tanjung Batu Barat, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Adapun
salah satu budaya Melayu yang selalu dilestarikan di Bumi Berazam ini adalah budaya berpantun.

Meski merupakan hal baru bagi anak usia dini, tetapi berpantun sudah menjadi identitas bagi orang dewasa di Kabupaten Karimun, baik Suku Melayu maupun suku lainnya. Berdasarkan hal tersebut, saya ingin memberikan edukasi yang dapat dikolaborasikan, yaitu melestarikan budaya pantun untuk mencegah perilaku bullying pada anak usia dini.

Berdasarkan hasil observasi, permasalahan yang sering terjadi di sekolah tempat saya bertugas adalah tentang permasalahan sosial, yaitu peserta didik belum memahami perilaku bullying yang terjadi di lingkungannya. Peserta didik mengalami hambatan terhadap sikap sosial-emosionalnya, seperti murung, pendiam, sedih, dan mudah terbawa emosi. Peserta didik juga menjadi kurang bersemangat untuk hadir ke sekolah karena selalui dihantui rasa takut, menimbulkan keresahan orang tua, serta belum mengenal tentang budaya daerah Kabupaten Karimun.

Permasalahan tersebut sangat penting untuk diselesaikan karena akan mengganggu perkembangan anak dari berbagai aspek, antara lain fisik, motorik, sosial emosional, kognitif, dan bahasa. Selain itu, peserta didik yang belum mengenal budaya daerahnya juga sulit untuk melestarikannya. Pepatah Melayu mengatakan, “tak kenal, maka tak sayang” dan “tak sayang, makanya tak cinta”.

Beberapa solusi yang dapat saya lakukan untuk menghindari dan menyelesaikan permasalahan di atas, yaitu:
• Guru berkolaborasi bersama orang tua dalam peningkatan anak yang berbudaya dan berkarakter.
• Guru memotivasi dan memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang perilaku pencegahan bullying melalui kegiatan pembiasaan.
• Guru memanfaatkan teknologi dan mengetahui kebutuhan peserta didik sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman.
• Guru menciptakan peserta didik yang memiliki kemampuan dalam mengembangkan bakat dan minat, namun tetap melestarikan budaya leluhur yang sarat dengan pesan moral dan norma-norma agama.

Berdasarkan hasil analisis wawancara tentang penyebab permasalahan kurangnya kesadaran pencegahan perilaku bullying, peserta didik belum merasakan keadaan yang aman dan nyaman di lingkungannya. Ditambah lagi, dengan latar belakang orang tua yang berbeda-beda, peserta didik juga belum memahami tentang perilaku bahaya bullying karena kurangnya informasi. Oleh karena itulah, peserta didik perlu berada dalam pengawasan dan pendekatan yang membuat mereka merasa terlindungi dan diperhatikan. Selain itu, kegiatan pembelajaran peserta didik di sekolah juga harus melibatkan orang tua secara langsung.

Perhatian Ekstra
Adapun langkah dan strategi yang dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut, yakni guru memberikan perhatian ekstra dalam pengawasan peserta didik di sekolah, misalnya mengajak anak berbicara dan bercerita pada kegiatan akhir pembelajaran. Kemudian guru bersama orang tua membentuk paguyuban kelas, sehingga segala bentuk informasi maupun rencana yang ingin dilakukan dapat didiskusikan kapan dan di mana saja.

Selain itu, guru juga membuat pembelajaran kreatif bersama orang tua dalam melestarikan budaya daerah melalui kegiatan pembiasaan, seperti “Pagiku Berpantun” yang mengampanyekan tentang cegah bullying yang dapat dilakukan secara kolaborasi oleh guru dan orang tua. Orang tua dapat menciptakan pantun dan mengajak anak untuk menghafalkannya di rumah, kemudian guru akan mendorong anak mempraktikkannya di sekolah. Sekolah juga membentuk TPPK bersama komite dan orang tua, serta menciptakan sekolah ramah anak dan memasang poster-poster bebas bullying di sekitar lingkungan sekolah.

Hingga akhirnya, respons peserta didik sangat positif. Setiap pagi peserta didik tidak sabar untuk menampilkan hasil pantun dengan tema bebas bullying untuk dibacakan di hadapan teman-temannya. Begitu pula dengan reaksi teman lainnya yang mendengarkan. Mereka tertawa riang dan bertepuk tangan. Saat diberikan pertanyaan pemantik, setiap peserta didik menjawab dengan semangat dan antusias. Bahkan, ada yang ingin menampilkan pantunnya lebih dari satu.

Adapun saat kegiatan recalling peserta didik dapat menyampaikan tentang bagaimana perasaaan mereka selama hari ini, berikut pantun yang disampaikan. Peserta didik mampu memberikan pendapatnya tentang pesan moroal dari pantun yang disampaikan teman mereka. Guru pun memberikan apresiasi kepada peserta didik yang sudah berani tampil, mengutarakan pesan moral, serta dapat berliterasi melalui pantun.

Respon orang tua juga sangat positif. Mereka senang karena anak mereka dapat mengenal budaya daerah, serta mau untuk latihan di rumah dengan antusias. Orang tua juga mengutarakan kegiatan menghafal pantun mencegah bullying dapat mengurangi anak mereka dalam kebiasaan bermain gawai. Mereka juga sangat senang dan bangga saat anak mereka tampil di sekolah, kemudian divideokan oleh guru dan ditampilkan di media sosial sekolah.

Faktor keberhasilan dari program ini adalah kolaborasi antara guru, peserta didik, dan orang tua. Pendekatan ini juga merupakan cara baru dalam menciptakan kreativitas anak dalam menunjukkan kemampuan dan bakat mereka.

Dampak dari aksi dan langkah-langkah yang telah dilakukan, yaitu hasil yang dirasakan sangat positif. Hal tersebut terlihat dari pemilihan pendekatan yang digunakan membuat orang tua mudah memahami dan diajak bekerja sama. Di samping itu, teknik yang digunakan dapat membuat peserta didik sangat antusias dan tertarik, serta mudah memahami perilaku bullying yang perlu dihindari.

Alhasil, kegiatan ini membuat pembelajaran lebih bervariasi, menarik, menyenangkan, dan lebih fokus tentang pencegahan perilaku bullying. Peserta didik lebih antusias belajar bersama orang tua di rumah, dapat menunjukkan bakat dan minat, lebih percaya diri, dan terpenting peserta didik mampu mengenal tentang perundungan atau bullying yang selama ini mereka belum mengerti. Dengan cara ini juga peserta didik mampu mengenal norma-norma, seperti kesopanan, agama, hukum, dan kesusilaan, sehingga dapat menumbuhkan karakter yang diharapkan guru maupun orang tua. (Azlina Sri Rezeki, TK-SDN Satu Atap Tanjung Batu Barat)

Baca artikel lainnya:

Kembali ke Daftar Artikel