WhatsApp: +62 821-1555-5456

Stimulasi Literasi Usia Dini melalui Engklek

“Permainan tradisional menjadikan peserta didik lebih kreatif, serta memunculkan stimulasi tentang membaca, menulis, dan numerasi.”

14 Juni 2024

GuruPAUDDikmas, Kalimantan Timur – Era globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, termasuk pada bidang pendidikan. Belumlah tuntas dengan pandemi Covid, masyarakat dihadapkan dengan era revolusi industri 4.0 yang menekankan pada perkembangan digitalisasi dan teknologi untuk “ngebut” mengejar tugas daring, lalu kini menyusul era society 5.0. Era ini bersiap membangun kembali sinergi akal dan kemampuan manusia yang menjurus kepada karakter, moral, dan sikap keteladanan didukung dengan teknologi yang semakin canggih.

Hal tersebut tidak terlepas dari pendidikan yang harus terus ditingkatkan melalui minat baca di kalangan guru dan peserta didik. Misalnya saja, pada pendidikan anak usia dini (PAUD) yang menekankan literasi dalam perkembangan dan keberhasilan peserta didiknya. Titik berat dalam jenjang pendidikan ini terletak pada perkembangan fisik motorik halus dan kasar, serta kecerdasan daya pikir, daya cipta, emosi, sosial emosional, dan komunikasi terhadap teman di sekolah yang tidak terlepas dari budaya membaca. Literasi yang kuat ini akan membuka semua cabang ilmu yang ditekuni, karena setiap cabang pengetahuan terletak pada kemampuan memahami literasi.

Literasi sedari dini merupakan fondasi kuat yang harus terus distimulasi di dunia PAUD. Literasi tersebut mencakup segala kemampuan manusia dalam hal membaca, menulis, berhitung, dan problem solving dalam kehidupan supaya dapat memahami, mendukung, dan menggunakan potensi yang ada di dalam diri sendiri untuk menggapai cita-cita dan kesuksesan di masa depan. Akan tetapi, fakta di kalangan pendidikan saat ini disibukkan dengan adanya administrasi yang ruwet dan menumpuk, sehingga pendidik yang seharusnya fokus kepada peserta didik menjadi terbengkalai dan tidak maksimal.

Masalah lain yang didapati adalah adanya budaya membaca yang rendah dan diabaikan seakan belum menjadi hal yang penting dan banyak menyita waktu, sehingga hanya menjadi wacana yang bersifat formalitas. Begitu pula dengan adanya degradasi moral memunculkan banyak informasi yang menyimpang, sehingga dengan kurangnya membaca fakta membuat banyak manusia terkecoh. Hal ini dapat teratasi apabila pendidik cepat merespons informasi dengan membaca fakta yang sebenarnya. Oleh karena itu, kita perlu melahirkan pegiat literasi yang dimulai dari lingkungan keluarga dan sekolah.
Dunia PAUD sendiri memiliki beberapa kecakapan yang menjadi pemantik atau stimulasi dalam mengolah literasi menjadi aktivitas yang menyenangkan dan mudah dimengerti oleh peserta didik.

Permainan tradisional menjadi salah satu model belajar yang menyenangkan, seperti permainan congklak, engklek, kelereng, bekel, dan ular naga. Selain loose part yang merupakan bahan di sekitar dan mudah ditemukan, permainan tradisional dapat diterapkan sebagai metode literasi, sekaligus numerasi.
Dalam tulisan karya Alfatin Nurrahmah dan Rita Ningsih dengan judul “Penerapan Permainan Tradisional Berbasis Matematika” di jurnal “Wikrama Parahita: Jurnal Pengabdian Masyarakat”, mengatakan bahwa permainan tradisional dapat membantu pendidik dalam menyampaikan materi, sehingga peserta didik dapat mengerti dengan baik. Seperti pada tingkat PAUD, peserta didik diajarkan dengan metode permainan untuk mengenal angka, sehingga mereka dapat menirukan bunyi yang guru ucapkan.
Permainan tradisional engklek menjadikan peserta didik lebih kreatif dan berdaya kompetisi tinggi. Permainan tradisional yang dilakukan oleh sekolah ini akan memunculkan stimulasi tentang membaca, menulis, dan numerasi. Permainan engklek juga dapat mengembangkan motorik halus, motorik kasar, pengembangan literasi, pengembangan sosial emosional, numerasi, art, teknik, dan teknologi.

Permainan ini mudah diterapkan kepada peserta didik PAUD karena terbilang hemat dan ramah lingkungan. Alat dan bahan yang dibutuhkan hanyalah kapur tulis dan beberapa biji-bijian yang dimainkan oleh 2-10 orang. Langkah permainannya pun sangat mudah, yaitu pola digambar berbentuk kotak menggunakan kapur tulis yang terdiri dari dari 4 kotak besar dan 4 kotak kecil (bisa sesuai kreasi), kemudian memyusun biji-bijian dan meletakkannya di dalam kotak kecil paling kiri.
Permainan dimulai dengan mengambil satu biji dari kotak kecil tadi untuk dilemparkan ke kotak besar pertama. Setelah itu biji akan diambil satu per satu dengan kaki tanpa menyentuh kotak (mengelilingi kotak yang digambar). Jika permainan ini berhasil, pemain akan mengambil biji dari kotak besar pertama dan melemparnya ke kotak besar berikutnya.

Stimulasi yang harus diberikan guru terhadap peserta didik adalah dengan menyediakan tempat dan waktu khusus untuk melakukan permainan tradisional ini. Guru memfasilitasi, mengawasi, serta menjelaskan kepada peserta didik tentang permainan tradisional. Di dalam membuat permainan engklek ini peserta didik telah memiliki perkembangan sosial emosional serta kreativitas. Stimulasi literasi selanjutnya dapat dimulai dengan berhitung dan memberi angka pada setiap kotak engklek. Guru juga dapat memfasilitasi buku cerita tentang engklek, sehingga peserta didik mengetahui silsilah permainan tersebut. Peserta didik dapat distimulasi dengan menceritakan kembali tentang permainan engklek. Tidak hanya itu, peserta didik akan dapat mengenal simbol-simbol dan huruf abjad.

Reni dalam “Stimulasi Anak Usia Dini melalui Pemanfaatan Loose Part” menjelaskan, tahapan membaca usia 6 bulan sampai 6 tahun adalah tahapan anak mengenal kata, simbol, dan huruf dalam bacaan. Anak biasanya akan berpura-pura membaca buku, padahal mereka hanya sebatas menceritakan kembali buku yang sebelumnya telah dibacakan oleh guru. Pada tahapan ini anak juga akan lebih suka bermain pensil, krayon, dan kertas. Maka dari itu, guru yang menjadi fasilitator di dalam proses belajar perlu memfasilitasi minat dan keinginan anak dengan menyediakan buku tulis, buku gambar, kertas, pensil, krayon, bentuk huruf, kartu huruf, dan sebagainya.

Sebagai pendidik yang notabene cinta literasi, tentunya harus mampu menciptakan pola pembelajaran yang kreatif dengan menggabungkan permainan modern dan tradisional. Pendidik juga harus bisa mengelola kembali kecakapan literasi, sehingga menjadi budaya yang menyenangkan dan mengedukasi peserta didik di dunia PAUD. (Ana Nur Susilowati, PAUD Terpadu Kuncup Melati PIKA PKT)

Baca artikel lainnya:

Kembali ke Daftar Artikel