GuruPAUDDikmas, Jakarta – Sahabat guru PAUD dan Dikmas pasti tak asing lagi dengan kata stunting. Apa itu stunting? Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya di bawah standar (WHO, 2015).
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama, paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi. Perbedaan antara balita normal dan stunting terlihat dari sisi tinggi badan. Balita stunting terlihat lebih pendek dari balita seusianya. Namun, perbedaan yang tidak terlihat antara keduanya adalah otak anak stunting tidak berkembang dengan baik dan dapat berdampak panjang. Stunting tidak hanya menghambat pertumbuhan fisik dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, namun juga mengancam perkembangan kognitif yang berpengaruh pada kecerdasaan anak saat ini maupun produktivitasnya ketika dewasa.
Stunting dipengaruhi oleh status kesehatan remaja, ibu hamil, pola makan balita, pola asuh, ekonomi dan budaya, serta faktor lingkungan, seperti sanitasi dan akses terhadap layanan kesehatan. Tidak jarang masyarakat menganggap faktor keturunan menjadi penyebab tubuh anak menjadi lebih pendek. Padahal, pengaruh faktor keturunan dibandingkan faktor lainnya kecil sekali.
Pada umumnya stunting mulai terjadi ketika anak masih dalam kandungan, lalu akan terlihat ketika mereka memasuki usia 2 tahun (1.000 hari pertama kehidupan). Masa tersebut menjadi masa yang penting untuk melakukan aksi pencegahan stunting, sedangkan aksi penanganan atau mitigasi bisa dilakukan pada anak usia 2-6 tahun. Hal ini memberikan isyarat usia dini menjadi usia yang penting dalam pencegahan dan penanganan stunting.
Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif. Intervensi gizi spesifik adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya stunting, sedangkan intervensi gizi sensitif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung terjadinya stunting. Intervensi gizi spesifik biasanya dilakukan sektor kesehatan, dalam jangka pendek, dan hasilnya juga terlihat dalam jangka pendek. Intervensi gizi sensitif ditujukan untuk mengatasi penyebab tidak langsung dari stunting, antara lain memastikan bahwa semua anak usia dini memiliki akses terhadap layanan PAUD yang berkualitas, memastikan akses bahan pangan bergizi tercukupi dan meningkat, adanya peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan orang tua yang positif, meningkatnya kualitas pelayanan gizi dan kesehatan serta akses yang semakin luas terhadap hal tersebut, meningkatnya penyediaan air bersih dan sarana sanitasi pendukung, meningkatnya ketahanan pangan keluarga dan masyarakat, serta meningkatnya pemahaman dan praktik gizi sehat dan seimbang di keluarga dan masyarakat. Luasnya sasaran intervensi gizi sensitif di luar sektor kesehatan tersebut mampu memberikan kontribusi 70% terhadap penurunan angka stunting, salah satunya adalah sektor pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini.
Oleh karena itu, guru PAUD memiliki peran strategis dalam percepatan penurunan stunting. Guru PAUD berinteraksi secara dekat, langsung, dan berkelanjutan dengan anak usia dini serta orang tuanya. Guru-guru bisa memainkan peran dalam memberikan informasi, pengetahuan, dan pemahaman kepada anak usia dini serta orang tua tentang pencegahan dan penanganan stunting. Guru PAUD bisa membantu dalam deteksi dini anak terindikasi stunting bekerja sama dengan pusat layanan kesehatan dengan melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak secara rutin, melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan untuk memberikan stimulasi psikososial dan perkembangan anak sesuai usia, mengembangkan kelas orang tua untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada orang tua terkait dengan stunting, serta melaksanakan berbagai program di satuannya seperti pemberian makanan tambahan bekerja sama dengan unit terkait.
Peran strategis ini menuntut guru PAUD memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam stimulasi perkembangan dan penanganan stunting untuk memberikan layanan yang maksimal. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) sejak tahun 2019 telah melakukan peningkatan kapasitas guru PAUD dalam stimulasi penanganan stunting melalui kegiatan “Bimbingan Teknis Calon Pelatih Diklat Berjenjang Tingkat Dasar Program Percepatan Penurunan Stunting”. Sampai dengan tahun 2023 telah terlatih 10.399 guru PAUD yang tersebar di 514 kabupaten/kota. Pelatihan ini juga merupakan amanah Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 untuk menyediakan 20 orang pelatih di masing-masing kabupaten/kota dalam stimulasi penanganan stunting. Pelatih kabupaten/kota tersebut diharapkan dapat membantu terpenuhinya indikator selanjutnya dari Perpres, yaitu 90% desa di tahun 2024 telah memiliki guru PAUD terlatih stimulasi penanganan stunting sebagai hasil diklat di kabupaten/kota. Oleh sebab itu, sangat penting pelatih kabupaten/kota tersebut melakukan pengimbasan dan pelatihan kembali kepada guru-guru PAUD di tingkat kabupaten/kota melalui diklat berjenjang tingkat dasar yang sensitif gizi maupun melalui diklat teknis percepatan penurunan stunting (PPS) melalui pengembangan anak usia dini holistik integratif (PAUD HI).
Direktorat Guru PAUD dan Dikmas juga telah menyediakan pedoman, juknis, dan modul yang bisa digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pelatihan di tingkat kabupaten/kota. Terlaksananya pelatihan di tingkat kabupaten/kota dengan pemberdayaan pelatih yang telah tersedia membutuhkan koordinasi lintas sektor dan dukungan pemerintah daerah. Komitmen dan pemahaman pemerintah daerah akan indikator kinerja yang perlu dicapai menjadi kunci utama terlaksananya peningkatan kapasitas guru PAUD ini. Mari, bersama-sama kita cegah stunting untuk anak Indonesia yang sehat, berkarakter, cerdas, dan ceria! (Anik Budi Utami, Direktorat Guru PAUD dan Dikmas)