WhatsApp: +62 821-1555-5456

Miskonsepsi Kesiapan Bersekolah

_Transisi PAUD ke SD yang berjalan mulus akan membuat belajar anak menyenangkan, serta nyaman bersekolah.

29 Agustus 2023 29 Agustus 2023

**Miskonsepsi Kesiapan Bersekolah
**
_Transisi PAUD ke SD yang berjalan mulus akan membuat belajar anak menyenangkan, serta nyaman bersekolah.
_
Montessori yang pemikirannya banyak memengaruhi pendidikan anak usia dini di dunia mengatakan, masa kanak-kanak merupakan masa paling kaya yang sebaiknya didayagunakan oleh pendidikan sebaik-baiknya. Jika tersia-sia, tidak akan pernah dapat penggantinya di lain waktu (Soejono, 1988). Montessori juga membuat kesimpulan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam jiwa anak masuk melalui indera anak.

Sejalan dengan pemikiran Montessori yang membebaskan anak-anak, Ki Hajar Dewantara (Magta, 2013) merumuskan sebuah semboyan “tut wuri handayani”, yakni memberi kebebasan yang luas selama tidak ada bahaya yang mengancam anak-anak. Inilah sikap yang terkenal dalam hidup kebudayaan bangsa kita sebagai sistem “among”. Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa mendidik anak kecil itu bukan atau belum memberi pengetahuan, tetapi baru berusaha akan sempurnanya rasa pikiran.

Miskonsepsi Calistung
Sayangnya, masih banyak praktik yang tidak selaras dengan prinsip pembelajaran bagi anak usia dini sebagaimana telah digaungkan oleh Bapak Pendidikan Nasional tersebut. Hal ini dikaitkan dengan fenomena banyaknya orang tua menginginkan anaknya sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung) setamat dari pendidikan anak usia dini (PAUD).

Untuk memenuhi tuntutan itu, lembaga PAUD melatih anak secara intensif melalui pelajaran membaca dengan menghapal aksara, serta merangkai suku kata dan mengejanya. Pemandangan ini juga jamak pada mereka yang tidak mengenyam pendidikan anak usia dini (PAUD). Orang tua menitipkan anak-anaknya belajar calistung di bimbingan belajar dengan metode yang digunakan kurang lebih sama. Hal ini dilakukan karena masih banyak SD yang memberlakukan PPDB menggunakan tes calistung.

Padahal, yang sesungguhnya dibangun sejak dari PAUD adalah kemampuan literasi dan numerasi, yakni baca-tulis-hitung termasuk di dalamnya. Kemampuan membaca dan berhitung terjadi secara bertahap. Pengenalan kemampuan ini perlu sesuai dengan tahapan perkembangan anak, terutama kemampuannya berkomunikasi, serta harus diterapkan dengan cara yang sesuai bagi anak usia dini.

Miskonsepsi lainnya terkait kesiapan bersekolah. Memasuki bangku persekolahan formal dasar SD, sejatinya tidak hanya membutuhkan kemampuan calistung. Namun, ada beberapa kemampuan dasar yang harus ditumbuhkan sejak usia dini. Kemampuan tersebut meliputi pengenalan atas nilai agama dan budi pekerti, kematangan emosional, keterampilan sosial dan bahasa, kognitif, keterampilan motorik, serta pemaknaan yang positif atas belajar.

Meski PAUD dirancang sebagai fondasi pendidikan dasar, namun tidak setiap anak pernah mengenyam PAUD. Oleh karena itu, kemampuan dasar tersebut dapat ditumbuhkan atau dilanjutkan di SD kelas rendah (kelas 1 dan 2).

Senang Bersekolah
Jarang terdengar. Seperti yang ditulis Daniel Willingham (2021) dalam buku larisnya, Why Don't Students Like School?, hasil studi menunjukkan perasaan mengenai sekolah sering kali negatif, terutama ketika anak berangkat remaja. Sebanyak 76% lulusan taman kanak-kanak menyebut sangat suka bersekolah, tetapi di pertengahan sekolah dasar sebagian besar anak mengatakan “kadang-kadang” saja menyukai sekolah. Ada kecenderungan “kesenangan bersekolah” menurun pada akhirnya, sehingga pada masa SMA, tiga emosi utama anak adalah lelah, stres, dan bosan.

Padahal, anak yang senang bersekolah karena membelajarkan banyak hal penting dengan menyenangkan adalah esensi dari pendidikan. Kesenangan bersekolah adalah kunci menuju sukses bersekolah.

Pentingnya Transisi
Alih-alih bisa calistung, penting untuk mulai membangun pandangan baru mengenai kemampuan dasar anak sejak di PAUD. Salah satunya adalah sikap positif terhadap belajar. Jika anak senang belajar sedari usia dini, maka belajar sepanjang hayat akan menjadi pilihannya.

Untuk itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meluncurkan episode Merdeka Belajar ke-24. Mendikbudristek menyampaikan empat fokus yang perlu dilakukan dalam pembelajaran. Pertama, transisi PAUD ke SD perlu berjalan dengan mulus. Proses belajar mengajar di PAUD dan SD/MI/sederajat kelas awal harus selaras dan berkesinambungan. Kedua, setiap anak memiliki hak untuk dibina agar kemampuan yang diperoleh tidak hanya kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan fondasi yang holistik.

Fokus ketiga terkait kemampuan dasar literasi dan numerasi yang harus dibangun mulai dari PAUD secara bertahap dengan cara yang menyenangkan. Keempat, “siap sekolah” merupakan proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua. Setiap anak memiliki kemampuan, karakter, dan kesiapan masing-masing saat memasuki jenjang SD, sehingga tidak dapat disamaratakan dengan standar atau label-label tertentu.

Tiga Target Capaian
Merdeka Belajar Episode ke-24 merupakan kebijakan yang mendasari transisi PAUD ke SD/MI/sederajat yang menyenangkan, yang dimulai sejak tahun ajaran baru. Oleh karena itu, ada tiga target capaian yang harus dilakukan satuan pendidikan.

Pertama, satuan pendidikan perlu menghilangkan tes calistung dari proses PPDB pada SD/MI/sederajat. Hal ini dilakukan karena setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar.

Kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama. Satuan PAUD dan SD/MI/sederajat dapat memfasilitasi anak serta orang tua untuk berkenalan dengan lingkungan belajarnya, sehingga peserta didik baru dapat merasa nyaman dalam kegiatan belajar. Kemudian satuan PAUD dan SD/ MI/sederajat juga diharapkan dapat mengenal peserta didik lebih jauh melalui kegiatan belajar, sehingga pembelajaran yang diberikan dapat lebih tepat sasaran.

Ketiga, satuan pendidikan di PAUD dan SD/MI/sederajat perlu menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak.

Dengan terwujudnya tiga perubahan tersebut, mudah-mudahan hak-hak anak untuk berkembang sesuai dengan kebutuhannya dapat terpenuhi, dan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa tercapai.

(Artikel pernah dimuat di Detik.com, 8 Juni 2023)

Baca artikel lainnya:

Kembali ke Daftar Artikel