REFLEKSI PERJALANAN MENGENAL KURIKULUM PAUD

REFLEKSI PERJALANAN MENGENAL KURIKULUM PAUD

Istilah yang pertama saya dengar adalah Rencana Kegiatan Harian, kala itu tahun 2005, sebagai calon guru saya diminta praktik mengajar. Saya diperlihatkan buku besar bertuliskan tangan yang berisi kegiatan harian yang sudah dilakukan. Saya diminta untuk mencontoh format kegiatan harian tersebut sebagai bahan untuk praktik saya mengajar.

Yang tidak terlupakan juga hingga saat ini adalah pembukaan, inti dan penutup. Pembukaan itu adalah kegiatan untuk menyapa murid, inti adalah kegiatan untuk murid yang disiapkan guru, penutup adalah persiapan untuk murid selesai atau pulang.

Kegiatan inti kala itu, kami menyiapkan tiga kegiatan untuk semua murid. Kegiatan ini juga masih didominasi dengan lembar kerja atau menggunakan buku aktifitas yang ada di sekolah.

Istilah berikutnya yang saya kenal adalah indikator. Kegiatan yang kita buat harus disesuaikan dengan indikator. Diskusi sesama guru juga muncul kala itu, indikator dulu atau kegiatan dulu. Pada praktiknya saya pernah menggunakan indikator terlebih dahulu, juga pernah kegiatan terlebih dahulu.

Diskusi seru selanjutnya adalah seputar tema pembelajaran. Karena muncul istilah sub tema, sub sub tema, kita mulai dari pembahasaan yang fokus atau umum saja, misalnya tema binatang, semua jenis kita bahas atau satu jenis saja, misalnya ayam, dua cara itu pernah kami coba.

Selain Rencana Kegiatan Harian ada juga Rencana Kegiatan Mingguan dan Rencana Kegiatan Bulanan. Secara urutan memang rencana itu ada tahunan, bulanan, mingguan baru harian, hanya dilapangan lebih sering langsung ke harian. Proses secara urut dimungkinkan jika lembaga tersebut diawal tahun ada kegiatan raker yang salah satu acaranya adalah bedah kurikulum. Proses secara urut juga akan diminta jika ada kegiatan visitasi pengawas atau akreditasi.

Konsen saya dari kurikulum ini lebih kepada sosialisasi. Sosialisasi akan dilakukan ditingkat kota, kecamatan atau pun tingkat sekolah. Sayangnya dari proses sosialisasi tersebut tidak ada pendampingan, dilepas begitu saja. Apa lagi jika narasumber kurikulumnya dari luar kota, butuh proses lagi kita untuk konfirmasi, ini boleh atau tidak. Belum lagi perbedaan penafsiran diantara kita, guru, kepala sekolah, pengawas juga dinas.

Saat ini kita mulai mendengar kurikulum merdeka, saya sangat mengapresiasi hal ini, apalagi sayup-sayup terdengar bahwa lembaga diberikan kebebasan untuk mengelola kurikulum sesuai kondisi murid masing-masing, mengutamakan keberagaman bukan keseragaman. Satu lagi adalah proses administrasi, semoga kurikulum merdeka ini bukan malah menambah kegiatan administrasi guru.

 

Pandji Widya

PAUD Baitussalam

Kota Depok